Minggu, 29 Desember 2013

TUJUAN MANAJEMEN KEUANGAN DALAM PERUSAHAAN



TUJUAN MANAJEMEN KEUANGAN DALAM PERUSAHAAN

Sebagai makluk ekonomi, tentunya di setiap jalannya kehidupan kita tidak akan pernah bisa lepas dengan keuangan. Tak hanya kita sebagai individu, hal dengan skala besar pun pastinya akan erat kaitannnya dengan keuangan. Agar dapat berjalan dengan efektif dan efisien, maka keuangan harusnya diatur sedemikian rupa, atau yang biasa kita sebut dengan Manajemen Keuangan. Yang akan menjadi pemeran utama dalam tulisan ini adalah tujuan manajemen keuangan dalam perusahaan.
Agar manajemen keuangan efisien, perusahaan seharusnya mempunyai suatu tujuan atau sasaran utama. Dilihat dari perkembangannya, tujuan perusahaan ada beberapa macam, yaitu:
·         Tujuan tradisional yaitu memaksimalkan laba. Tujuan tersebut sudah tidak memadai lagi, karena (Hampton, 1995):
-          Memaksimumkan laba atau memaksimumkan earnings per share tidak mempertimbangkan nilai waktu uang dan jangka waktu return pada masa yang akan datang.
-          Risiko return pada masa yang akan datang tidak dipertimbangkan
-          Kebijakan dividen tidak dipertimbangkan.
·         Memaksimumkan kesejahteraan pemegang saham yaitu dilakukan dengan cara memaksimukan harga pasar saham perusahaan. Tujuan tersebut merupakan tujuan yang tepat, karena:
-          Harga pasar mencerminkan evaluasi pasar terhadap prestasi perusahaan saat itu dan masa yang akan datang.
-          Tujuan memaksimumkan harga pasar memperhitungkan kapan return diterima oleh para pemilik, jangka waktu terjadinya, risiko return tersebut, dan kebijakan dividen.
·         Memaksimumakn kesejahteraan pemegang saham tidak membebaskan perusahaan dari pertanggungjawaban sosial, karena:
-          Kesejahteraan pemegang saham dan kehidupan perusahaan sangat tergantung pada pertanggungjawaban sosial perusahaan.
-          Perusahaan dapat dipandang memproduksi baik barang pribadi maupun barang sosial yang akan menguntungkan pemegang saham.
Sumber:
Miswanto, dkk. 1998. Manajemen Keuangan I. Jakarta. Universitas Gunadarma.

SEJARAH RISET OPERASIONAL



SEJARAH RISET OPERASIONAL

Bagi mahasiswa tingkat 3, khususnya di fakultas ekonomi Universitas Gunadarma, kita pasti akan bertemu dengan mata kuliah RISET OPERASIONAL di semester 5. Karena kebetulan saya juga adalah mahasiswa tingkat 3 fakultas ekonomi UG, maka saya ingin sedikit sharing mengenai sejarah singkat dari Riset Operasional tersebut. Namun sebelumnya kita harus tahu terlebih dahulu apa itu Riset Operasional.
Menurut buku Pengantar Riset Operasional yang diterbitkan oleh Universitas Gunadarma, Riset Operasional dapat digambarkan sebagai suatu pendekatan ilmiah dalam pengambilan keputusan yang melibatkan operasi-operasi dalam sistem organisasi. Penggambaran tersebut masih bersifat umum sehingga untuk lebih memahami segi unik dari riset operasional mungkin lebih baik bila dilihat dari sifat-sifat khas atau istimewa.
Berdasarkan namanya, riset operasional melibatkan “riset pada operasi”, jadi riset operasional diterapkan pada masalah-masalah tentang bagaimana memperlakukan dan mengkoordinasikan operasi-operasi atau kegiatan-kegiatan dalam suatu organisasi. Yang dimaksud organisasi di sini sangatlah luas; ia bisa berupa organisasi di bidang bisnis, industri, militer, agen pemerintah, jasa, dan sebagainya.

SEJARAH SINGKAT RISET OPERASIONAL

(dikutip dari buku Pengantar Riset Operasional, terbitan Universitas Gunadarma, hlm 2-3)
Dorongan awal munculnya kegiatan-kegiatan riset operasional adalah Perang Dunia II. Sebenarnya, istilah riset operasional ini tercetus sebagai akibat dari “riset pada operasi militer” yang dilakukan selama perang tersebut. Kelompok ahli-ahli matematika, ekonomi, dan ahli-ahli disiplin ilmu lainnya disatukan untuk menganalisis berbagai masalah operasi militer. Kelompok-kelompok ini dibentuk di Inggris dan Amerika Serikat, dimana Angkatan Laut AS (US NAVY) mempekerjakan lebih dari 70 orang analis. Berbagai bentuk masalah dapat dipecahkan dengan baik, seperti dimana harus ditempatkan instalasi radar, bagaimana menemukan lokasi kapal selam lawan, bagaimana menempatkan bom-bom yang dipicu dengan gelombang radio dari jarak jauh di laut sekeliling Jepang.
Walaupun istilah riset operasional ini baru ditemukan setelah Perang Dunia II, tetapi sebenarnya pendekatan-pendekatan ilmiah yang digunakan sebagian telah diciptakan sebelumnya, yaitu seperti hasil kerja Taylor dan Gantt.
Penerapan riset operasional dalam PD II dicirikan oleh suatu pendekatan kelompok terhadap masalah-masalah operasional, yang diawali di Inggris. Sebagai contoh, Professor P.M.S. Blackett ditugaskan untuk menganalisis masalah koordinasi radar di daerah perang. Kelompok yang dibentuk oleh Blackett ini terdiri dari ahli psikologi, fisika, matematika, perwira AD dan ahli survei. Pendekatan ahli kelompok gabungan ini kemudian juga diikuti oleh Ameika Serikat.
Kesuksesan riset operasional selama PD II tersebut menarik industri-industri pasca perang di Inggris dan Amerika Serikat untuk menerapkannya dalam pemecahan masalah-masalah manajerial dan operasional yang dialaminya. Salah satu perkembangan riset operasional pasca perang yang cukup terkenal adalah temuan salah satu metode riset operasional oleh George Dantzig. Beliau sangat dikenal akan temuannya yang berupa pengembangan pemrograman linier, perkembangan awal riset operasional yang sangat luas digunakan. Dantzig ini sering disebut sebagai “Bapak Pemrograman Linier”. Di samping pemrograman linier, perkembangan awal riset operasional lainnya adalah di bidang statistika pengendalian mutu, pemrograman dinamis, analisis queue, dan pengendalian persediaan.
Perkembangan riset operasional saat ini mencakup penyempurnaan terhadap metode-metode yang telah ada dan juga penemuan teknik-teknik analisis baru seperti pemrograman linier geometris, simulasi, dan goal programming. Tetapi bagaimanapun juga, perkembangan metodologi riset operasional ini tergantung pada ilmu komputer dan perkembangan komputer. Sebagian besar masalah yang dipecahnya dengan teknik riset operasional biasanya berskala besar dan memerlukan perhitungan-perhitungan penting berulang-ulang untuk menganalisisnya. Hal ini akan sangat melelahkan bila diselesaikan secara manual, sehingga ketergantungan perkembangan riset operasional terhadap perkembangan komputer tidak dapat disepelekan.
Itulah sejarah singkat yang saya ambil dari buku Pengantar Riset Operasional terbitan Universitas Gunadarma. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi teman-teman yang ingin mengetahui tentang sejarah riset operasional. Mohon maaf atas segala kekurangan, saya ucapkan terima kasih, dan selamat membaca J.

TUGAS SOFTSKILL PERILAKU KONSUMEN – MEMPENGARUHI SIKAP DAN PERILAKU



TUGAS SOFTSKILL PERILAKU KONSUMEN – MEMPENGARUHI SIKAP DAN PERILAKU

A. SIKAP
Ada bermacam-macam pendapat yang dikemukakan para ahli untuk mendefiniskan sikap, berikut adalah beberapa pengertian sikap menurut para ahli:
·         Sarnoff (dalam Sarwono, 200)
Sikap diidentifikasikan sebagai kesediaan untuk bereaksi (disposition to react) secara positif (favorably) atau secara negatif (unfavorably) terhadap objek-objek tertentu.
·         D. Krech dan R.S. Crutchfield (dalam Sears, 1999)
Berpendapat bahwa sikap sebagai organisasi yang bersifat menetap dari proses motivasional, emosional, perseptual, dan kognitif mengenai aspek dunia individu.
·         La Pierre (dalam Azwar, 2003)
Sikap sebagai suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap merupakan respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan.
·         Soetarno (1994)
Sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak terhadap objek tertentu.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBENTUKAN SIKAP
Proses belajar sosial terbentuk dari interaksi sosial. Dalam interaksi sosial, individu membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya. Berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap:
·         Pengalaman pribadi: untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi harus meninggalkan kesna yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah terbentu apabila pengalaman pribadi tersebut melibatkan faktor emosional. Dalam situasi yang melibatkan emosi, penghayatan akan pengalaman akan lebih mendalam dan lebih lama berbekas.
·         Kebudayaan: B.F. Skinner (dalam Azwar, 2005) menekankan pengaruh lingkungan (termasuk kebudayaan) dalam membentuk kepribadian seseorang. Kepribadian tidak lain daripada pola perilaku yang konsisten, yang menggambarkan sejarah reinforcement (penguatan, ganjaran) yang dimiliki. Pola tersebut dari masyarakat untuk sikap dan perilaku tersebut, bukan untuk sikap dan perilaku yang lain.
·         Orang lain yang dianggap penting: pada umumnya, individu bersikap konformis atau searah dengan sikap orang-orang yang dianggapnya penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut.
·         Media massa: sebagai sarana komunikasi, berbagai media massa seperti televisi, radio, mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Pesan-pesan sugestif yang dibawa informasi tersebut apabila cukup kuat akan memberi dasar afektif dalam mempersepsikan dan menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah dan sikap tertentu.
·         Institusi Pendidikan dan Agama: sebagai suatu sistem, institusi pendidikan dan agama mempunyai pengaruh kuat dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya.
·         Faktor emosi dalam diri: tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang. Terkadang, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustrasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap demikian bersifat sementara dan segera berlalu begitu frustrasi telah hilang, akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih persisten dan lebih tahan lama. Contohnya bentuk sikap yang didasari oleh faktor emosional adalah prasangka.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU KONSUMEN
Menurut James F. Engel – Roger D. Blackwell – Paul W. Miniard dalam Saladin (2003:19) terdapat 3 faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen, yaitu:
·         Pengaruh lingkungan: terdiri dari budaya, kelas sosial, keluarga, dan situasi. Sebagai dasar utama perilaku konsumen adalah memahami pengaruh lingkungan yang membentuk atau menghambat individu dalam mengambil keputusan berkonsumsi mereka. Konsumen hidup dalam lingkungan yang kompleks, dimana perilaku keputusan mereka dipengaruhi oleh keempat faktor tersebut di atas.
·         Perbedaan dan pengaruh individu: terdiri dari motivasi dan keterlibatan, pengetahuan, sikap, kepribadian, gaya hidup, dan demografi. Perbedaan individu merupakan faktor internal (interpersonal) yang menggerakan serta mempengaruhi perilaku. Kelima faktor tersebut akan memperluas pengaruh perilaku konsumen dalam proses keputusannya.
·         Proses psikologis: terdiri dari pengolahan informasi, pembelajaran, perubahan sikap dan perilaku. Ketiga faktor tersebut menambah minat utama dari penelitian konsumen sebagai faktor yang turut mempengaruhi perilaku konsumen dalam pengambilan keputusan pembelian.
Sumber:
http://linieasmara3ea17.blogspot.com/2012/11/mempengaruhi-sikap-dan-perilaku.html
Mempengaruhi sikap dan perilaku/





TUGAS SOFTSKILL PERILAKU KONSUMEN – KEPRIBADIAN, NILAI, DAN GAYA HIDUP



TUGAS SOFTSKILL PERILAKU KONSUMEN – KEPRIBADIAN, NILAI, DAN GAYA HIDUP
A. KEPRIBADIAN
Kepribadian merupakan watak seseorang/individu yang mendasari perilakunya sehari-harinya. Kepribadian sendiri meliputi kebiasaan, sikap, dan sifat lain yang khas dimiliki oleh seseorang. Akan tetapi kepribadian hanya dapat berkembang jika adanya hubungan dengan orang lain. Dasar pokok dari perilaku seseorang adalah faktor biologis dan psikologisnya. Kepribadian sendiri memiliki banyak segi, dan salah satunya adalah self atau diri pribadi atau citra pribadi. Mungkin saja konsep diri aktual individu tersebut (bagaimana dia memandang dirinya) berbeda dengan konsep diri idealnya (bagaimana ia ingin memandang dirinya) dan konsep diri orang lain (bagaimana dia menganggap orang lain memandang dirinya). Keputusan membeli dipengaruhi oleh karakteristik pribadi seperti umur dan tahap daur hidup, pekerjaan, situasi ekonomi, gaya hidup, serta kepribadian dan konsep diri pembeli.
DEFINIS KEPRIBADIAN MENURUT PARA AHLI
·         Yinger
Kepribadian adalah keseluruhan perilaku dari seorang individu dengan sistem kecenderungan tertentu yang berinteraksi dengan serangkaian instruksi.
·         M.A.W. Bouwer
Kepribadian adalah corak tingkah laku sosial yang meliputi corak kekuatan, dorongan keinginan, opini, dan sikap-sikap seseorang.
·         Cuber
Kepribadian adalah gabungan keseluruhan dari sifat-sifat yang tampak dan dapat dilihat oleh seseorang.
·         Theodore R. Newcombe
Kepribadian adalah organisasi sikap-sikap yang dimiliki seseorang sebagai latar belakang terhadap perilaku.
·         Gordon W. Allport
Kepribadian adalah suatu organisasi yang dinamis dari sistem psiko-fisik individu yang menentukan tingkah laku.
FAKTOR-FAKTOR PENENTU KEPRIBADIAN
·         Faktor keturunan (seperti: tinggi badan, fisik, bentuk wajah, temperamen, dan lain-lain).
·          Lingkung (seperti: budaya yang membentuk norma, sikap dan nilai yang diwariskan dari generasi satu ke generasi selanjutnya.
B. NILAI
Apa sih yang dimaksud nilai itu? Maksudnya nilai seratus di ujian tengah semester?
Nilai merupakan sesuatu yang memiliki harga, mutu, kualitas, dan manfaat/guna tertentu bagi manusia. Sesuatu yang bernilai, berarti sesuatu itu berharga dan berguna bagi kehidupan manusia. Nilai atau biasa disebut value, adalah suatu kata sifat yang selalu terkait dengan benda, barang, orang, atau hal-hal tertentu yang menyertai kata tersebut, karena hanya bisa dipahami jika dikaitkan dengan hal-hal yang telah disebutkan tadi. Pengaitan nilai dengan hal-hal tertetu itulah yang menjadikan benda atau hal-hal tertentu lainnya dianggap memiliki makna. Seperti contohnya wajan/penggorengan, benda itu akan dianggap bernilai bagi ibu rumah tangga karena sangat berguna dalam proses pembuatan makanan. Begitu juga dengan mobil, memiliki harga yang sangat mahal karena dinilai memiliki beragam manfaat yang dapat membantu mobilitas manusia. Dengan demikian, yang dimaksud dengan nilai adalah prinsip, atau standar sosial yang dipertahankan oleh seseorang atau sekelompok orang (masyarakat) karena secara intrinsik mengandung makna.
SIFAT-SIFAT NILAI
Sifat-sifat nilai menurut Bambang Daroeso (1986) adalah sebagai berikut:
·         Nilai itu suatu realitas abstrak dan ada dalam kehidupan manusia. Nilai yang bersifat abstrak tidak dapat diindera. Hal yang dapat diamati hanyalah objek yang bernilai itu. Misalnya, orang yang memiliki kejujuran. Kejujuran adalah nilai, tetapi kita tidak bisa mengindera kejujuran tersebut, melainkan hanya si objek (biasanya manusia) yang berlaku jujur.
·         Nilai memiliki sifat normatif, artinya nilai mengandung harapan, cita-cita, dan suatu keharusan sehingga memiliki sifat ideal (das sollen). Nilai diwujudkan dalam bentuk norma sebagai landasan manusia dalam bertindak. Misalnya, nilai keadilan. Semua orang berharap dan mendapatkan dan berperilaku yang mencerminkan nilai keadilan.
·         Nilai berfungsi sebagai daya dorong/motivator dan manusia adalah pendukung nilai. Manusia bertindak berdasar dan didorong oleh nilai yang diyakininya. Misalnya, nilai ketakwaan. Adanya nilai ketakwaan ini menjadikan semua orang terdorong untuk bisa mencapai derajat ketakwaan.
MACAM-MACAM NILAI
Dalam filsafat, nilai dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:
·         Nilai logika, seperti “benar” atau “salah”.
·         Nilai estetika, seperti “indah” atau “tidak indah”.
·         Nilai etika/moral, seperti “baik” atau “buruk”.
Berdasarkan klasifikasi yang telah disebutkan di atas, kita bisa temukan contohnya dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya saja untuk nilai logika, tentunya kita yang menjadi siswa atau mahasiswa, pastinya pernah menghadapi ujian di sekolah atau kampus, dengan cara menjawab dan menyelesaikan berbagai soal. Apabila kita keliru dalam menjawabnya, maka kita akan dikatakan salah, dan begitupun sebaliknya. Namun kita tidak bisa mengatakan siswa/mahasiswa itu buruk karena jawabannya yang salah, karena buruk adalah nilai moral, sehingga tak sesuai jika kita menyebutnya demikian. Contoh nilai estetika adalah ketika kita melihat pameran lukisan di suatu museum, kita bisa menilai menurut subjektif kita, lukisan-lukisan yang terpajang di sana indah atau sebaliknya. Kemudian nilai moral, merupakan suatu bagian dari nilai, yaitu nilai yang menangani kelakuan baik atau buruk dari manusia. Moral selalu berhubungan dengan nilai, tetapi tidak semua nilai adalah nilai moral. Moral berhubungan dengan kelakuan atau tindakan manusia. Nilai moral inilah yang lebih terkait dengan tingkah laku kehidupan sehari-hari.
Ada 3 macam nilai menurut Notonegoro (dalam Kaelan 2000). Ketiga nilai tersebut adalah sebagai berikut:
·         Nilai material: yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani manusia atau kebutuhan ragawi manusia.
·         Nilai vital: yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan atau aktivitas.
·         Nilai kerohanian: yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia. Nilai rohani meliputi:
-          Nilai kebenaran yang bersumber pada akal (rasio, budi, cipta) manusia.
-          Nilai keindahan atau nilai estetis yang bersumber pada unsur perasaan (emosi) manusia.
-          Nilai kebaikan atau nilai moral yang bersumber pada unsur kehendak (karsa, will) manusia.
-          Nilai religius yang merupakan nilai kerohanian tertinggi dan mutlak serta bersumber pada kepercayaan atau keyakinan manusia.
C. GAYA HIDUP
Gaya hidup menurut Kotler (2002, hlm 192) adalah pola hidup seseorang di dunia yang diekspresikan dalam aktivitas, minat, dan opininya. Gaya hidup menggambarkan “keseluruhan diri seseorang” dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Menurut Susanto (dalam Nugrahani, 2003), gaya hidup adalah perpaduan antara kebutuhan ekspresi diri dan harapan kelompok terhadap seseorang dalam bertindak berdasarkan pada norma yang berlaku. Oleh karena itu banyak diketahui macam gaya hidup yang berkembang di masyarakat sekarang, misalnya gaya hidup hedonis, metropolis, global, dan masih banyak lagi.
Sumber: