Kamis, 21 Maret 2013

Tugas Pendidikan Kewarganeraan - Hak dan Kewajiban Warga Negara Menurut Pasal 30 UUD 1945


Tugas.. tugas.. dan tugas..
Sekilas kata-kata di atas memang terlihat seperti sebuh keluhan. Tersirat asa yang hampir putus ketika mendengarnya keluar dari mulut para mahasiswa. Namun jika boleh diibaratkan, kuliah/sekolah tanpa tugas, bagaikan taman tak berbunga. Tidak setuju? Atau sangat setuju? Silakan tanya pada hati kecil Anda...

Mata kuliah softskill yang ada di Universitas Gunadarma merupakan salah satu sumber “tugas” bagi mahasiswa. Pertemuan tatap muka dengan dosen yang umumnya seminggu sekali, khusus mata kuliah ini hanya (biasanya) sebulan sekali. Sehingga tanpa adanya tugas, mahasiswa takkan mampu atau bahkan sudi untuk menguasai materi-materi yang terdapat dalam mata kuliah softskill. Mata kuliah softskill saya semester ini adalah Pendidikan Kewarganeraan, yang jujur saja memiliki andil sama pentingnya dengan mata kuliah lain dalam hal pembangunan karakter. Dan tentu saja, alasan utama adanya tulisan ini adalah karena tugas mata kuliah softskill itu, selain hobi saya yang memang menulis...

Tugas saya yang pertama adalah memaparkan mengenai hak dan kewajiban warganegara, yang tertuang dalam pasal 30 Undang-undang  Dasar 1945. Menurut beberapa buku, internet, dan referensi lainnya, UUD 1945 pasal 30 membahas tentang Pertahanan dan Keamanan negara yang berkaitan dengan hak dan kewajiban warga negara. Hak merupakan suatu kewenangan untuk melakukan atau mendapatkan sesuatu (yang sesuai dengan undang-undang, aturan, dll), sedangkan kewajiban adalah sesuatu yang harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab.

Sedangkan isi dari Pasal 30 UUD 1945 (Bab XII) itu sendiri adalah:
(1)   Tiap-tiap warganegara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara
(2)   Usaha pertahanan dan keamanan Negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat sebagai kekuatan pendukung
(3)   Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara sebagai alat Negara yang bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara
(4)   Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat Negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum
(5)   Susunan dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, hubungan kewenangan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam menjalankan tugasnya, syarat-syarat keikutsertaan warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan diatur dengan undang-undang

“Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara”

Dari kutipan tersebut, kita bisa menarik sebuah garis yang jelas mengenai hak dan kewajiban kita sebagai warga negara. Warga negara itu siapa saja? Kita sebagai rakyat sipil? TNI? POLRI? Menteri? DPR? Atau Presiden?
  
Jawabannya adalah semuanya...

Pertahanan dan keamanan negara adalah hak setiap warga negara melalui sebuah sistem. Sistem tersebut didukung oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk mempertahankan keamanan negara. Keduanya merupakan kekuatan utama, sedangkan kita sebagai rakyat berperan sebagai pendukung dalam melaksanakan pertahanan negara dari berbagai ancaman dan gangguan. Walau pun di dalam Undang-Undang Dasar Pasal 30 di atas dikatakan bahwa TNI dan Kepolisian memiliki tugas yang berbeda, namun mereka sama-sama memiliki tanggung jawab yang mulia dan besar dalam bertugas melindungi masyarakat dan negara.

Dewasa ini kasus kriminal sedang marak terjadi. Dampaknya sangat meresahkan masyarakat. Kasus pembunuhan, penipuan, pencurian, korupsi, dan hal-hal mengerikan lainnya seakan-akan menjadi “sarapan” sehari-hari bagi masyakarat. Tugas kepolisian adalah memberantas kasus kriminal tersebut, sehingga masyarakat bisa bernapas lega, yang artinya keamanan rakyat pun terpenuhi kembali.

 Namun yang sangat disayangkan, kini mulai muncul anggapan miring mengenai polisi hanya karena ulah beberapa oknumnya yang tidak bertanggung jawab. Menciptakan pendapat umum bahwa kepolisian bukan lagi lembaga yang mengayomi rakyat, bahkan memunculkan opini bahwa tanpa adanya kejahatan, polisi tidak akan mendapat makan...

Opini itu sangat... mengerikan...

Kita, rakyat biasa, berperan menjadi elemen pendukung dari kedua instansi tersebut (TNI dan POLRI). Apa peran kita? Sekali lagi, menjadi pendukung.. mendukung dengan cara apa? Tentu saja dengan selalu menaati peraturan yang berlaku. Tidak melakukan hal yang meresahkan, merenggut hak orang lain secara paksa, tidak melakukan tindak anarkis, dan jugatindak kriminal lainnya. 
Apabila melihat suatu pelanggaran yang terjadi di depan mata, jangan pula menutup mata. Laporkan. Minimal laporkan. Jangan hanya berpangku tangan membiarkan polisi sendiri saja yang memberantas kejahatan. Seperti yang selalu dikatakan orang, mencegah lebih baik daripada mengobati..

Menghindari perseteruan dengan negara lain juga merupakan suatu wujud dari dukungan masyarakat dalam meringankan tugas TNI. Menjalin hubungan baik dengan negara lain, menghormati kepentingan negara lain, bahkan menyikapi secara dewasa dan bijak segala hujatan dari negara lain terhadap masyarakat Indonesia—tanpa menurunkan harga diri—tentu saja akan menghindari peperangan yang tentunya sangat tidak diinginkan. Intinya sebagai masyarakat, kita jangan selalu mengedepankan ego pribadi. Setiap warga negara memang memiliki hak untuk melakukan apa pun asalkan tidak melanggar undang-undang, namun harus disadari pula bahwa kita yang menjadi rakyat tak hanya kita sendiri, masih ada orang lain yang pula memiliki hak. Kewajiban kita adalah menghormati hak-hak orang lain tersebut. Itu yang paling sederhana. Karena apabila hak dan kewajiban dapat dijalankan dengan seimbang, yang akan muncul kemudian adalah kedamaian, yang melahirkan keamanan, yang tentunya sangat berteman baik dengan ketahanan nasional.

Hanya itu mungkin yang dapat saya terbitkan mengenai tugas pertama (Hak dan Kewajiban warga negara menurut UUD 1945 Pasal 30). Kini lanjut ke tugas selanjutnya yang terdiri dari 5 poin pertanyaan.

1.      Jelaskan tujuan pendidikan nasional!

Suatu peradaban bisa dikatakan maju apabila masyarakatnya berbudaya. Budaya lahir dari sebuah pemikiran, kemudian dilakukan, dan dijadikan kebiasaan, sehingga terus diikuti oleh generasi-generasi selanjutnya, sampai dengan saat ini kita sedang bernapas.  Budaya lahir dari sebuah pemikiran.. bagaimana jadinya kalau yang melahirkan budaya itu memiliki pemikiran yang tidak baik? Membayangkannya saja sudah membuat saya merinding...

Satu-satunya yang dapat memperbaiki pemikiran adalah pendidikan. Bangsa Indonesia juga lahir dari sebuah pemikiran cerdas dari para pendahulu, sehingga masih bisa berdiri kokoh sampai saat ini, walau segala cobaan terus datang menerpa permukaan negeri. Seperti yang disebutkan pembukaan UUD 1945, salah satu tujuan Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.. mencerdaskannya melalui apa? Tentu saja dengan pendidikan. Tanpa adanya pendidikan nasional, jangan pernah berani membayangkan bangsa Indonesia masih akan harum namanya di tahun 2020.. dan jangan berani pula membayangkan nama Indonesia masih akan tertera di daftar penerima juara internasional olimpiade matematika.. 

Mendapatkan pendidikan yang layak merupakan hak dari seluruh rakyat Indonesia, karena hal itu sudah tercantum dalam Undang-undang dasar 1945, pasal 28c dan 31 yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 28c:
(1)   Setiap orang berhak untuk mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.
(2)   Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya.

Pasal 31:
(1)   Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan
(2)   Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya
(3)   Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak muliah dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang
(4)   Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional
(5)   Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.

Jadi intinya, yang menjadi tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa..

2.      Jelaskan pengertian bela negara dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara!

Bela negara merupakan wujud dari pembelaan negara yang menunjukkan kecintaan serta kebaktian terhadap negara sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, bela negara masih berhubungan dengan UUD Pasal 30. Bela negara tak selalu identik dengan ikut serta dalam peperangan. Menjadi warga yang taat hukum, berprestasi, dan warga yang selalu berlomba-lomba dalam kebaikan juga bisa menjadi wujud dari bela negara, karena nantinya keharuman nama negara lah yang akan terindrai. Tak perlu kita muluk-muluk, berusaha mati-matian membela nama negara dengan cara yang anarkis. Cukup menjadi masyarakat yang dewasa dan bijaksana, itu juga sudah melakukan suatu bela negara. Apabila ada negara lain yang berusaha mengusik kita, dengan misalnya, yang marak terjadi akhir-akhir ini, pengakuan budaya Indonesia oleh negara tetangga. Hal itu tentu menjadi penyulut api yang handal bagi semangat rakyat Indonesia untuk mempertahankan kebudayaannya, namun harus dengan cara yang benar. Cara yang benar itu, yang seperti apa? Yaitu dengan melestarikan budaya bangsa.. bangga pada budaya bangsa.. dan jangan selalu memelihara pemikiran yang terlalu mengagung-agungkan budaya luar. Itulah hal paling sederhana yang dapat dan harus kita lakukan dalam usaha pembelaan negara.

3.      Jelaskan tujuan Pendidikan Kewarganegaraan diberikan di Perguruan Tinggi!

Pada saat kita melihat FRS (Formulir Rencana Studi) dan menemukan terselipnya mata kuliah Pendidikan Pancasila di salah satu daftar mata kuliah yang tersedia, mungkin yang pertama terjadi adalah menaiknya alis kiri kita, sambil kita bergidik membayangkan akan kembali ke masa Sekolah Dasar lagi. Tentu hal itu terjadi bagi mahasiswa yang belum menyadari pentingnya mata kuliah ini. Padahal menurut saya, mata kuliah semacam Pendidikan Kewarganegaraan sangat dibutuhkan oleh siapa saja.. terutama mahasiswa yang jalannya menuju kenyataan hidup tinggal selangkah lagi, karena Pendidikan Kewarganegaraan adalah mata kuliah pembangun karakter berkebangsaan. Melalui Pendidikan Kewarganegaraan, mahasiswa dibantu untuk menemukan jati dirinya sebagai insan bernegara. Melalui Pendidikan Kewarganegaraan, mahasiswa akan mengetahui hak dan kewajibannya dalam menjadi warga negara, sehingga tak akan ditemukan lagi orang yang berkelakuan layaknya manusia tak berbangsa. Rasa cinta tanah air pun akan tumbuh apabila kita mempelajari Pendidikan Kewarganegaraan. Tujuan dan pentingnya Pendidikan Kewarganegaraan diberikan di Perguruan Tinggi adalah karena di dalamnya tertampung ribuan, bahkan jutaan bibit-bibit pemimpin generasi mendatang. Apabila tak dibekali dengan pendidikan kewarganegaraan yang baik, siap-siap saja negeri ini akan goyah ketika kepemimpinan jatuh ke tangan generasi muda...

4.      Jelaskan kompetensi yang diharapkan dari Pendidikan Kewarganegaraan!

Dengan adanya Pendidikan Kewarganeragaan ini, tentunya terselip kompetensi yang diharapkan. Harapan tersebut adalah:
-          Tumbuhnya rasa cinta tanah air dan sesama dalam diri mahasiswa
-          Mahasiswa tahu dan paham mengenai hak dan kewajibannya sebagai warga negara
-          Mahasiswa mampu mengamalkan Undang-undang dan mematuhi hukum yang berlaku di Indonesia
-          Mahasiswa mampu menjadi pemimpin yang berwawasan kenegaraan
-          Dan banyak lagi..

5.      Jelaskan pengertian pendidikan kewiraan!

Pendidikan kewiraan, atau yang biasa kita sebut sebagai Pendidikan Kewarganegaraan adalah:

Pendidikan kewarganegaraan adalah pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mendidik generasi muda menjadi warga negara yang demokratis dan partisipatif melalui suatu pendidikan yang dialogial” (Merphin Pandjaitan)

Pendidikan kewarganegaraan adalah pendidikan politik yang bertujuan untuk membantu peserta didik untuk menjadi warganegara yang secara politik dewasa dan ikut serta membangun sistem politik yang demokratis” (Soedijarto)

Dari 2 definisi yang tertera di atas, dapat kita simpulkan bahwa Pendidikan Kewiraan atau Pendidikan Kewarganegaraan merupakan suatu ilmu yang mempelajari tentang tata cara atau strategi kehidupan berbangsa dan bernegara, berpolitik, serta yang membantu dalam usaha pembangunan sistem politik yang demokratis.

Amanda Dwi Praharani
2EA01/10211657
Universitas Gunadarma

Rabu, 20 Maret 2013

CERBUNG - Heaven 4


Udara terasa dingin. Kulit teraba panas. Jalanan mendadak bergelombang. Langit-langit seakan bimbang untuk runtuh atau bertahan. Kedua tangan juga berpeluh, membuat licin menyebabkan terjatuhnya buku tulis bersampul coklat yang hanya mengeluarkan suara debam ringan, bergaung di dinding-dinding koridor. Aisha merasakan kepalanya tiba-tiba pusing. Perutnya mual, dan matanya berkunang-kunang. Serangan ini terjadi begitu saja, padahal sebelumnya ia masih merasa sehat. Untuk menghilangkan nyeri kepalanya, ia pun duduk di bangku panjang tak jauh dari tempatnya berdiri. 

Tersisa beberapa menit lagi sampai bel masuk jam pertama dibunyikan. Aisha memilih untuk melawan sakitnya dan berjalan kembali ke kelas. Di sana, keadaan mulai kondusif, tak seramai saat ia baru datang tadi. Kedatangannya disambut dengan kerutan dahi oleh Alika.

“Sha, kamu sakit, ya? Wajahmu pucat..” cemas Alika. Ia menempelkan telapak tangannya pada dahi Aisha, dan memekik pelan merasakan panasnya. “Kamu demam!”

“Aku enggak apa-apa, Lika. Hanya pusing sedikit. Minum air juga sembuh,” terang Aisha, ia tidak ingin membuat Alika khawatir. Kepalanya memang masih pusing, namun tak sesakit tadi. “Oh, iya.. buku PR-ku akhirnya ketemu loh! Hehe.”

“Kamu ini, masih saja bisa tertawa.. yakin enggak mau ke UKS? Kuantar.. mumpung belum mulai pelajaran, gimana?” desak Alika. Namun Aisha hanya menggeleng sambil tersenyum. Untuk memberi tanda kalau pembicaraan lebih baik tak diteruskan, Aisha membuka buku PR-nya. Tugasnya sudah selesai dikerjakan, hanya tinggal dikumpul saja. 

“Ya sudah kalau begitu. Oh, iya, Sha, coba kulihat tugasmu, ingin kusamakan, hehehehe..” kata Alika. Aisha menyerahkan bukunya. Saat dibuka-buka, Alika tertegun melihat kertas kecil yang terselip di halaman paling tengah. Sebuah surat, yang nampaknya ditulis buru-buru.”Sha, kayaknya ada yang menyelipkan pesan di bukumu.”

“Apa? Mana?”

Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Aisha, apa kabar? Kuharap baik-baik saja. Tadi pagi saat main ke sekretariat, aku enggak sengaja menemukan bukumu. Tujuanku menulis surat ini adalah ingin memohon maaf padamu, Sha, karena aku telah menyalin tugasmu tanpa seizinmu. Kuharap kamu tidak marah pada kelancanganku.
Tresna Adi

“Tresna kelas kita, Sha?” tanya Alika. Aisha pun mengangguk, sambil menoleh ke bangku paling depan sebelah kiri, tempat Tresna duduk. Kebetulan saat itu Tresna sedang memandang ke arahnya juga. Buru-buru Aisha mengangkat surat tadi, dan tersenyum padanya. Disenyumi oleh Aisha, membuat Tresna spontan ikut tersenyum juga sambil mengangguk kikuk. 

“Aku baru sadar kalau Tresna itu suka sama kamu, Sha. Ya ampun..” celetuk Alika, yang langsung mendapat cubitan pelan dari Aisha. Mereka berdua pun tertawa bersama, sambil kemudian bercengkrama sampai guru Kimia yang sedari tadi ditunggu-tunggu datang..

***
“Apa? Jadi bintang tamu? Kenapa.. aku?”

Aisha baru saja diminta oleh Erna, panitia Seminar Jurnalistik, untuk menjadi bintang tamu di acara tersebut. Ditembak seperti itu tentu saja Aisha terkejut. Apalagi ia tak pernah menjadi bintang tamu atau pembicara di acara mana pun. Awalnya ia ingin langsung menolak tawaran itu, namun ia urungkan. Kesempatan tak datang dua kali.

“Jadi, apa yang harus kubicarakan saat acara nanti? Kalau soal pemberian materi, nampaknya aku tak pantas untuk menyampaikannya..” ujar Aisha. “Lagipula aku ini masih penulis baru.. memangnya kalian, panitia, yakin untuk mengundangku menjadi pembicara?”

“Insya Allah, kami yakin kamu sesuai, Sha. Tema acara ini kan ‘Anak Muda, Pena, dan Jendela Dunia’, jadi sangat cocok dengan riwayatmu yang menjadi penulis di usia muda. Untuk pemberian materi, kami sudah mengundang Mas Rangga Setiadi, Reporter salah satu stasiun TV swasta. Jadi yang perlu kamu lakukan hanya membagi cerita mengenai perjalananmu sampai bisa menjadi penulis sukses seperti sekarang ini, sehingga bisa menjadi inspirasi bagi seluruh murid, Sha. Aku tahu sekali, kamu potensial!” bujuk Erna, tak lupa mengeluarkan jurus rayuan mautnya. Kalau boleh jujur Aisha agak sedikit ge-er mendengar sanjungan Erna barusan, namun buru-buru ia menepisnya, dan kembali ke pembicaraan.

“Kalau begitu, Insya Allah aku bisa, Na.. mohon bimbingannya, hehehehe..” 

Erna tersenyum puas. Setelah terjadi kesepakatan, Erna pun pamit dan meninggalkan Aisha sendiri. Menjadi pembicara di suatu seminar... jujur saja Aisha memang selalu memimpikannya. Setelah sosok Erna sudah menghilang di balik dinding koridor, Aisha pun balik badan dan meneruskan perjalanannya menuju masjid.

***

“Aisha akan jadi pembicara saat seminar jurnalistik nanti.. kamu tahu?”

Arul dan Fauzan, sedang asyik menonton acara televisi kesayangan mereka di kamar sang adik. Saat Arul mengatakan perihal Aisha, perhatian Fauzan pada televisi sepenuhnya teralih.

“kamu serius? Kapan acaranya?” tanya Fauzan.

Alih-alih menjawab pertanyaan adiknya, Arul hanya menyerahkan selembar pamflet. Promosi seminar jurnalistik.

“Minggu depan.. wah.. aku bisa datang enggak, ya, kira-kira?” gumam Fauzan sambil terus memandangi kertas itu lekat-lekat. Jangankan datang ke sekolah untuk seminar.. berjalan saja ia sulit..

“Kalau kamu mau, biar kubantu. Kebetulan mobil ayah tidak digunakan untuk minggu depan, jadi aku bisa memakainya. Kamu ikut denganku..” ujar Arul, yang spontan membuat mata Fauzan melebar. “Kenapa kamu melotot begitu?”

“Kamu.. bisa nyetir mobil? Punya SIM???!!!”

“tepat sehari setelah ulang tahun kita yang ketujuh belas beberapa minggu lalu, aku sudah buat SIM A.. Karena kalau menunda-nunda, aku takut tak kebagian waktunya.. kamu tahu sendiri sebentar lagi aku akan menghadapi Ujian Nasional..” jelas Arul panjang-lebar. Bibir kiri atas Fauzan naik dan berkedut. Tanda ia sedang keki setengah mati.

“Jadi.. kamu belajar nyetir mobil gak ngajak-ngajak aku, hah? Ya Allah.. aku iri.. sumpah aku iri...”
Arul hanya tersenyum menghadapi rajukan adik kembarnya. Sejak kedua orang tuanya sering keluar kota untuk urusan bisnis, Arul otomatis berperan menjadi semacam “orang tua” bagi Fauzan. Sebenarnya Ayah dan Ibunya berat meninggalkan mereka berdua, terlebih dengan keadaan Fauzan yang masih belum pulih. Namun Arul bersikeras mempersilakan orang tuanya pergi karena tidak ingin mengganggu bisnis keluarga. Untuk urusan rumah tangga sudah ada pelaksana yang mengerjakan, jadi yang Arul butuh lakukan hanyalah menjaga Fauzan saja.

“Makanya cepat sembuh.. kalau kamu sudah bisa jalan lagi, Insya Allah akan kuajak kau belajar mobil..”

***

Waktu seminggu cepat sekali berlalu. Sejak dirinya diminta menjadi pembicara pada seminar jurnalistik, jantungnya tiada hentinya berdetak penuh gairah. Di kepalanya selalu terngiang kata-kata yang akan diucapkannya di acara penting itu nanti. Apa yang akan dilakukannya. Juga apa yang akan ditemuinya kelak. Ini sungguh kesempatan emas.. 

Kini ia masih berada di kendaraan umum menuju seminarnya di sekolah. Jalanan padat merayap. Suasana pagi di jalan raya yang biasa, tak pernah sekali pun menyurutkan semangatnya. Sengaja ia berangkat 2 jam lebih awal dari jadwal. Ia tidak ingin datang terlambat, yang akhirnya akan merugikan semua pihak. Lagipula dadanya membutuhkan adaptasi. Ia butuh menghirup lebih banyak udara demi kelancaran penampilannya nanti. Namun saat Aisha, yang selalu memilih tempat duduk paling dalam dekat jendela, menoleh ke sebelah kanannya, pemandangan mengejutkan pun tersaji..

Kak Arul..

Terlihat olehnya, sosok Muhammad Fachrullah yang sedang mengemudi mobil, bersama seseorang di sampingnya yang... 

"Kak Arul.. punya saudara kembar...?" Aisha tak sengaja menyuarakan hatinya. Jujur, melihat satu Muhammad Fachrullah saja sudah mampu membuat jantungnya serasa berlari.. dan kini ia malah melihat.. dua? sebenarnya dia siapa?

Mata Aisha bersambut dengan kedua mata dari mobil di belakang angkutan umum yang sedang dinaikinya itu. Tatapan keduanya sama persis. Sama-sama membuat Aisha sulit bernapas dengan benar. Senyum sopan pun merekah dari bibir kedua anak kembar itu, yang hanya dibalas anggukan sopan oleh Aisha yang sebenarnya sedang mati kutu...

Lima belas menit kemudian Aisha sudah sampai di sekolahnya. Tepat seperti dugaan, sekolahnya ramai sekali. Di atas gerbang, terpampang spanduk informasi seputar seminar jurnalistik, yang sungguh membuat Aisha agak malu dan terharu, karena terpajang pula foto dirinya yang diketahui sebagai pembicara, berdampingan dengan foto Mas Rangga Setiadi. Secara naluriah ia pun menutupi wajahnya dengan tangan untuk menyembunyikan rona merah pipinya, dan berjalan sewajar mungkin memasuki sekolah tanpa ingin menjadi pusat perhatian. Tiba-tiba jalannya pun terhenti karena namanya dipanggil oleh seseorang dari belakang...

"Aisha.."

Aisha menoleh. Dan jantungnya...

"i..iya? ada apa..?" 

Muhammad Fachrullah dan kembarannya, kini berdiri persis di depan Aisha. Keduanya begitu mirip. Tinggi dan postur tubuhnya juga sama. Namun yang membedakan keduanya, hanyalah gaya rambutnya. Muhammad Fachrullah yang Aisha kenal memiliki rambut pendek yang dipotong rapi, sangat terkesan intelektual. Sedangkan yang di sebelahnya.. rambutnya pendek juga, namun agak ikal.. memberikan kesan lebih muda dan bersemangat.. selalu tersenyum lebar saat memandang Aisha.. berbeda dengan Muhammad Fachrullah yang hanya tersenyum sopan dan dingin jika bertemu dengan Aisha..

"Assalamu'alaikum, Aisha.. masih ingat denganku? aku Fauzan.." 

Aisha tertegun. Ternyata suara yang menghentikan langkahnya tadi adalah milik kembaran Kak Arul, bukan dia..

"Wa'alaikumsalam.. Fauzan.. saudara kembarnya Kak Arul.. ya?" jawab Aisha, masih tertegun. Menyadari Aisha telah menyebut namanya, senyum Fauzan pun makin merekah. Membuat resah pemilik jantung yang tengah berdiri di sebelahnya...
"Iya, aku adik kembarnya Arul. Sebenarnya aku siswa sekolah ini juga, namun karena sesuatu hal, aku terpaksa meliburkan diri.." jelas Fauzan sambil menyodorkan sedikit tangan dan kaki kanannya yang masih dibebat dan ditopang tongkat. "Dan kebetulan menyenangkannya lagi, aku sekelas denganmu, Aisha."

"Jadi kamu yang namanya Muhammad Fauzan.. pantas saja tidak pernah masuk sekolah, lukamu parah sekali.. apa sakit?" tanya Aisha polos, yang membuat senyuman Fauzan makin merekah. Aisha tahu pertanyaannya tadi sungguh kekanak-kanakan, namun ia berani bersumpah telah melihat senyuman tipis di bibir Kak Arul.. tipis dan.. sungguh manis.. namun terkesan getir?

"Baiklah kalau begitu saya undur diri karena sudah ditunggu panitia.. selamat menikmati acara, Fauzan dan.. Kak Arul.." ujar Aisha, agak lirih. Ia pun mengucapkan salam dan berbalik meninggalkan Fauzan yang masih tersenyum malu-malu, juga Arul yang jujur saja dalam pikirannya tengah terjadi peperangan antara cinta dan akal sehatnya... 

"Semoga penampilanmu lancar.." batin Arul.