PENGERTIAN WARGANEGARA MENURUT
PASAL 26 UUD 1945
Indonesia
merupakan negara yang terbentang luas dari Sabang sampai Merauke. Ratusan
bahkan ribuan pulau mendayangi nama bumi pertiwi yang agung sejak zaman nenek
moyang karena kemahsyuran kekayaan alamnya. Berbagai suku bangsa tak dapat
dihitung jumlahnya saking beraneka ragam. Ketika zaman sebelum kemerdekaan
dulu, Indonesia banyak disinggahi oleh negara-negara yang berperan cukup besar
dalam proses “pembentukan” keunikan budaya bangsa kita ini. Mulai dari bangsa
Arab, China, sampai bangsa-bangsa yang berasal dari Eropa. Akibat percampuran
beberapa negara tersebut, penduduk Indonesia sebagian ada yang ciri-ciri
fisiknya tidak sama dengan penduduk pribumi, namun apakah mereka yang “tidak
sama” secara fisik itu bisa dikatakan sebagai warga negara Indonesia?
Kita
sering menyebut diri kita sendiri sebagai warganegara Indonesia, tanpa tahu
pengertian khusus mengenai ketentuan untuk menjadi warganegara Indonesia itu
sendiri. Lalu apakah yang dimaksud dengan warga negara menurut Undang-undang?
Menurut
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 26 (terdiri dari 3 ayat), warga negara adalah:
(1) Orang-orang
bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan
Undang-Undang sebagai warganegara,
(2) Penduduk,
yang merupakan warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di
Indonesia, dan
(3) Hal-hal
yang mengenai warganegara dan penduduk diatur dalam Undang-Undang.
Bisa
kita analisis dari ayat pertama UUD 1945 Pasal 26 di atas, warga negara adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang
bangsa lain yang disahkan dengan Undang-Undang sebagai warga negara. Jadi
kesimpulannya, untuk menjadi warga negara Indonesia tak harus memiliki
ciri-ciri fisik asli Indonesia, atau pun harus lahir dan dibesarkan di Indonesia,
melainkan memiliki legalitas menurut Undang-Undang yang berlaku. Sehingga tak
perlu ada diskriminasi antara penduduk pribumi dan non-pribumi hanya karena
perbedaan-perbedaan yang sebenarnya membuat kaya bangsa ini.
PENDUDUK ASLI INDONESIA DAN DOMISILINYA
Penduduk asli Indonesia itu seperti
apa, dan di mana domisilinya?
Berdasarkan
fosil-fosil yang telah ditemukan di wilayah Indonesia, dapat dipastikan bahwa
sejak dua juta tahun yang lalu wilayah ini telah dihuni. Penghuninya adalah
manusia-manusia purba dengan kebudayaan batu tua atau mesolithicum seperti Megantrhropus
Paleo Javanicus. Proses munculnya masyarakat paling awal di kepulauan
Indonesia diperkirakan terjadi pada zaman Paleolithikum. Secara Arkeologis,
diperkirakan masyarakat ini muncul dan menyebar dari daratan Asia ke Indonesia.
Hal ini dibuktikan melalui penemuan beberapa peralatan yang memiliki kesamaan
ciri, seperti kapak di India, Myanmar, China, Jepang, Filipina, dan Indonesia.
Penyebaran manusia ini tentu membawa dampak menyebarnya pula alat komunikasi
mereka, yakni bahasa. Dengan demikian, dapat kita katakan bahwa proses
penyebaran manusia secara arkeologis dan linguistik di Indonesia terjadi
bersamaan.
Manusia
yang kita kenal sekarang ini tidak muncul begitu saja di atas bumi. Manuisa
modern telah mengalami proses perkembangan yang sangat panjang dan memerlukan
waktu yang sangat lama. Di Indonesia, peninggalan fosil manusia purba sebagian
besar ditemukan di Pulau Jawa, terutama Jawa Tengah dan Jawa Timur. Beberapa Meganthropus Paleojavanicus ditemukan
pada tahun 1936-1941 di daerah Sangiran (Kabupaten Sragen, Jawa Tengah) oleh
Ralph von Koeningswald. Jenis manusia purba ini dianggap paling tua dengan
bentuk fisik yang besar. Rahang bawahnya mempunyai batang yang sangat tegap dan
geraham yang besar. Mukanya diperkirakan terkesan kuat dengan tulang pipi
tebal, tonjolan kening mencolok, tonjolan belakang kepala tajam, otot-otot
tengkuk kuat, dan perawakan tegap.
Pithecanthropus mojokertensis atau
Pithecanthropus robustus ditemukan
pada tahun 1936 di daerah Peming, Mojokerto, Jawa Timur. Penemunya adalah
Weidenreich dan Ralp von Koeningswald. Penemuan ini berupa fosil manusia purba
anak-anak. Dilihat dari ukuran sendi rahang bawahnya, fosil ini berusia sekitar
6 tahun. Isi tengkorang dari fosil menusia purba ini diperkirakan sekitar 650cc
dan akan mencapai sekitar 1000cc setelah ia menjadi dewasa. Ciri lain dari ras
manusia purba ini adalah adanya ruang di antara gigi seri samping dan taring
dan adanya tiga buah akar geraham muka pertama pada rahang atasnya 3 buah. Baik
rahang atas mau pun rahang bawah, memiliki ciri-ciri gigi geraham kedua sebagai
gigi yang terbesar dan gigi depan yang kecil. Diperkirakan bahwa Pithecanthropus mojokertensis imi
memiliki tubuh yang tegap. Fosil ini diperkirakan hidup pada zaman pleistosen
awal bersama dengan Meganthropus
paleojavanicus, yaitu sekitar tahun 400 SM.
Pithecanthropus erectus
atau manusia kera yang sudah dapat berjalan tegak ditemukan oleh Eugene Dubois
pada tahun 1891 di Desa Trinil, lembah Bengawan Solo, Jawa Tengah. Ciri manusia
purba ini adalah rahangnya menonjol ke depan, terdapat tonjolan kening di dahi,
dagu tidak ada, hidung lebar, pipi menonjol ke depan dan ke samping, leher
tegap dan miring ke belakang, alat pengunyah cukup kuat, dan badan tegap.
Volume otaknya antara otak kera dan manusia.
Pithecantrhopus soloensis
ditemukan di Desa Ngandong, lembah Bengawan Solo, pada tahun 1931-1933 oleh Ter
Haar, Oppenoorth, dan Ralp von Koeningswald. Mereka menamainya Pithecanthropus soloensis yang artinya
manusia kera dari Solo. Manusia purba ini memiliki tengkorak lonjong, tebal,
dan masif. Dahinya lebih berisi, akar hidungnya lebar, dan rongga matanya
sangat panjang. Melalui ciri-ciri dasar tengkoraknya, dapat disimpulkan bahwa
letak kepala di atas tulang belakang belumlah seperti manusia modern. Namun
lebih tinggi tingkatnya dibandingjan dengan Pithecanthropus
erectus. Sebagian ahli menganggap makhluk ini merupakan bagian dari Homo sapiens.
Homo wajakensis
ditemukan di Desa Wajak, Tulungagung, Jawa Timur, oleh van Reictshotten pada
tahun 1889. Jenis manusia purba ini termasuk Homo sapiens pertama di Asia. Homo
wajakensis memiliki tengkorak besar dengan volume sekitar 1630 cc. Mukanya
datar dan lebar, akar hidungnya lebar, dan bagian mulutnya sedikit menonjol.
Dahinya agak miring dan di atas rongga matanya terdapat busur kening yang
nyata. Rahangnya tergolong masif. Jenis
manusia purba ini memiliki gigi yang besar. Ketika menggigit, gigi seri atas
akan tepat mengenai gigi bawah. Tubuhnya berdiri tegak dengan tinggi sekitar
173 cm.
Selain
di Indonesia, jejak manusia purba juga ditemukan di tempat-tempat lain, baik di
Asia, Afrika, maupun Eropa. Penemuan-penemuan ini sangat membantu para ahli
dalam mencari dan mempelajari jejak manusia purba dan kebudayaannya di dunia.
Di Asia, fosil manusia purba ditemukan di Choukoutien, China. Fosil ini diberi
nama Sinanthropus pekinensis.
Berdasarkan penelitian para ahli, fosil ini memiliki banyak persamaan dengan
fosil Pithecanthropus erectus di Jawa,
kecuali volume otaknya sedikit lebih besar. Namun demikian benda-benda budaya
yang ditemukan memiliki persamaan sehingga diperkirakan keduanya hidup pada
zaman yang sama. Perbandingan besaran otak kepala manusia purba yang ditemukan
di Indonesia terlihat bahwa manusia purba yang memiliki volume otak paling
besar adalah Homo wajakensi dan yang
paling kecil adalah Pithecanthropus.
MUNCULNYA ISU PRIBUMI DAN NON
PRIBUMI
A : “Kamu orang Indonesia, ya?”
B : “Iya, benar. Kamu kok tahu?”
A : “Soalnya wajah kamu pribumi banget
sih.”
Percakapan
di atas mungkin pernah kita dengar, atau mungkin kita lakukan dengan seseorang.
Mengatakan orang lain pribumi atau pun non pribumi berdasarkan dari wajah atau
ciri-ciri fisik lainnya. Apakah hal itu salah? Apakah memiliki pemikiran yang
membedakan manusia dengan manusia lainnya sebagai pribumi atau pun non pribumi
itu salah?
Seperti
yang sudah dijelaskan di bagian sebelumnya, bahwa Penduduk asli Indonesia itu
sebenarnya berasal dari wilayah Asia, sehingga terdapat kemiripan dengan
negara-negara Asia lainnya. Namun perbedaan itulah yang sering membuat
masyarakat memiliki pemikiran yang membeda-bedakan ciri-ciri fisik sebagai
indikator orang pribumi mau pun yang tidak, yang cenderung saling meremehkan
dan merasa paling benar dan terbaik. Padahal itu sangatlah bertentangan dengan
semboyan negara kita yang berbunyi “Bhineka
Tunggal Ika”, atau walau pun
berbeda-beda tetap satu jua. Kurangnya pendidikan dan wawasan berbangsa dan
bernegara lah yang menyebabkan pemikiran tersebut muncul. Sehingga isu mengenai
pribumi dan non pribumi masih menjadi pemisah persatuan rakyat yang masih
ditemukan sampai detik ini.
PRIBUMI DAN NON PRIBUMI
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, pribumi merupakan penghuni asli, orang yang
berasal dari tempat yang bersangkutan. Sedangkan non pribumi berarti bukan
pribumi atau penduduk yang bukan penduduk asli suatu negara. Dengan demikian,
pribumi merupakan penduduk asli yang lahir, tumbuh, dan berkembang serta
berasal dari suatu negara.
YANG TERMASUK NON PRIBUMI
Di
Indonesia, selain penduduk asli Indonesia, ada juga penduduk keturunan asing
yang berasal dari China, India, dll. Penduduk pendatang itulah yang biasanya
disebut sebagai non pribumi. Dikarenakan oleh perbedaan warna kulit, rambut,
postur tubuh, dan ciri-ciri lainnya. Kalau masing-masing etnis memiliki
tenggang rasa yang tinggi, maka tak akan ada masalah serius yang bisa
mengganggu ketertiban persatuan bangsa. Namun yang sangat dikhawatirkan adalah
adanya apriori antar etnis sehingga persatuan dan kesadaran akan pentingnya
menjunjung tinggi hak warga negara lain memudar. Apalagi jika perbedaan etnis
tersebut malah menyebabkan perbedaan perlakuan masyarakat kepada etnis-etnis
yang dianggap bukan penduduk asli.
MENONJOLNYA ISTILAH NON PRIBUMI DI
KALANGAN TIONGHOA
Istilah
munculnya non pribumi berawal dari masa orde baru dimana terjadi pergolakan
politik yang dahsyat di Indonesia. Bersamaan dengan itu, Orde Baru juga
melarang segala sesuatu yang berhubungan dengan etnis China, baik kegiatan
keagamaan, kepercayaan, dan adat-istiadat. Selain itu, masyarakat China
dicurigai masih memiliki ikatan yang kuat dengan tanah leluhurnya sehingga rasa
nasionalisme dengan Indonesia diragukan. Akibatnya, muncuk diskriminatif
terhadap etnis China.
Namun
setelah Orde Reformasi ditegakkan, kehidupan masyarakat Tionghoa yang awalnya
sangat tertutup kini telah dibuka kembali. Kalangan pengusaha berusaha untuk
menghidari cara kotor dalam berbisnis walaupun selalu menjadi sasaran pengusaha
dan birokrat. Para pemimpin era reformasi lebih toleran dibandingkan dengan
pemerintahan masa orde baru.
LANGKAH UNTUK MENGHILANGKAN ISU
PRIBUMI DAN NON PRIBUMI DI INDONESIA
Indonesia
merupakan negara yang terdiri dari beraneka ragam suku, agama, ras, dan budaya.
Setiap keragaman yang disebutkan barusan, masing-masing memiliki keunggulan.
Penduduk asli maupun penduduk pendatang memiliki keunggulan masing-masing pula.
Tak ada yang pantas untuk meremehkan satu sama lain. Sehingga, langkah utama
yang harus diambil oleh masing-masing “pihak” adalah menumbuhkan rasa saling
menghargai dan tenggang rasa yang tinggi. Hilangkan semua pandangan buruk
mengenai pribumi mau pun non pribumi. Anggaplah semua orang yang bertempat
tinggal di bumi Indonesia ini adalah bersaudara, sehingga tak ada lagi
pertentangan atau ajang saling meremehkan.
Sumber:
Magadalia
Alfian dkk, 2007, SEJARAH untuk SMA dan
MA Kelas X, Jakarta, Esis (imprint dari penerbit Erlangga).