Bogor kota hujan. Itulah sebutan yang selama ini selalu dilontarkan kepada kota kelahiran saya (^_^v). Predikat kota hujan memang cocok kota ini, terlebih pada saat musim hujan yang terbilang ekstrim seperti sekarang. Pada tanggal 21 November 2012 lalu, di kilometer 45 antara stasiun Cilebut dan Bojong Gede, terjadi longsoran tanah yang mengakibatkan runtuhnya 4 tiang listrik, dan sepuluh rumah tertimbun tanah. longsoran tanah yang terjadi pada fondasi rel kereta api itu terjadi beberapa menit setelah kereta melintas (KOMPAS.com). Kejadian itu menyebabkan penumpukan penumpang di stasiun Bojong Gede (tempat pemberhentian akhir sementara untuk saat ini).
Sekitar pukul sembilan malam, saya diminta oleh ayah saya untuk menjemput beliau di stasiun Bojong Gede karena tidak mendapat angkot. Akhirnya mau tidak mau saya pun menyalakan motor dan melajukannya segera. Ketika masih di daerah Cilebut, keadaan masih terlihat normal. Namun saat motor saya sudah memasuki kawasan Petaunan, keanehan mulai terjadi (jeng jeng jeng! hehe tenang aja ini bukan cerita horor kok ^_^). Berbondong-bondong manusia membelah jalan menjadi potongan sempit yang mengakibatkan kemacetan alot. Usut punya usut, mereka semua adalah penumpang kereta api tujuan Stasiun Cilebut dan Stasiun Bogor. Yup, seperti yang sudah tertebak, mereka terpaksa jalan kaki dari Bojong Gede... bayangkan teman-teman! dalam hati saya bersyukur masih memiliki motor di rumah sehingga ayah saya tidak harus ikut berjalan jauh seperti itu... (dan mendadak hening, kemudian galau... oke lanjut!)
Kalau boleh jujur, miris rasanya melihat wajah lelah mereka.. pulang kerja.. pulang kuliah.. pulang main (hehe).. ketika di kereta, mereka mungkin saja sudah membayangkan akan disambut oleh Es Teh Manis di rumah.. namun harapan mereka sirna ketika kereta sudah berhenti di stasiun Bojong Gede.. Ingin naik angkutan umum, tidak ada yang bisa dinaiki lagi karena padatnya penumpang. Terpaksa mereka pun jalan kaki menuju rumah.. bayangkan teman-teman, bayangkan...
Kejadian kemarin ini, kebanyakan masyarakat menyalahkan pengelola kereta api yang kurang tanggap dalam melihat kondisi medan. Hal itu memang ada benarnya, namun apa adil jika kita sepenuhnya menyalahkan mereka? kejadian tanah longsor bukanlah hal yang bisa dikendalikan oleh manusia. Apakah lintasan kereta api, juga tanah yang sudah terlanjur menimbun rumah di bawahnya itu bisa diperbaiki sendiri hanya dengan lontaran makian kepada pengelola? justru hal inilah yang harus segera diluruskan.. masyarakat yang maju, adalah masyarakat yang dapat menghasilkan solusi, bukan hanya teori.
Menurut berita, perbaikan lintasan kereta itu bisa memakan waktu lumayan lama. Hal itu tentu saja akan sangat mengganggu kenyamanan dan kegiatan masyarakat yang sehari-hari menggunakan jasa kereta api untuk berangkat kerja, kuliah, sekolah, dan kegiatan lainnya. Namun apabila kita hanya mengikuti hawa nafsu, hawa marah, kecewa.. maka rasa nyaman yang dirindukan takkan pernah kita dapatkan. Karena apa? karena kita tidak mau berempati.. berempati untuk siapa? untuk pengelola kereta api yang sebenarnya juga ikut terganggu akibat musibah ini.
Perbaikan lintasan pastinya akan segera diselesaikan. Dengan bersabar, maka kita pun akan mendapat ketenangan tersendiri. Jangan mudah terpancing untuk menyalahkan pengelola mentah-mentah. Mau tidak mau, sudah kewajiban mereka untuk memperbaikinya. Yang mereka butuhkan hanyalah waktu, beserta dukungan dari pengguna setia kereta api seperti kita ini. Janganlah kita menambah beban mereka dengan selalu mengeluh, mengeluh, dan mengeluh. Sudah saatnya bagi kita menjadi masyarakat yang peduli sesama. Termasuk kepada pengelola kereta api. Pengelola juga manusia, memiliki banyak kekurangan (walau tak bisa dijadikan alasan untuk menunda-nunda).
Foto-foto mengenai migrasi besar-besaran penumpang kereta dari stasiun Bojong Gede ke Cilebut Insya Allah di kesempatan berikutnya apabila memungkinkan. Tetap semangat, tetap berjuang, dan SALAM GUNADARMA!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar